Selamat datang di Berita Lampung Online

Alasan Mahkamah Konstitusi (MK) Membubarkan RSBI

Wednesday, January 9, 20130 komentar

Berita Lampung hari ini - Alasan Mahkamah Konstitusi (MK) Membubarkan RSBI  : Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuat keputusan yang mengejutkan. Kemarin, di ruang sidang lantai 2 gedung MK, Mahfud M.D. dan para hakim lainnya memutuskan mencabut status rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI).

Lembaga penjaga institusi itu memastikan kalau RSBI bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pendapat mahkamah yang dibacakan oleh hakim Anwar Usman, MK menyoroti mahalnya masuk sekolah dengan status RSBI atau SBI (sekolah berstandar internasional).

Menurutnya, ada celah sekolah memungut biaya tambahan tanpa melalui komite sekolah. ’’Hanya keluarga mampu dan kaya yang bisa menyekolahkan anaknya di SBI/RSBI,” ujarnya.

    Meski demikian, hakim MK tidak menutup mata ada program khusus untuk anak tidak mampu. Tetapi, kesempatan tersebut sangat sedikit dan hanya ditujukan pada anak-anak yang sangat cerdas. Sedangkan anak tidak mampu, kurang cerdas, latar belakang lingkungannya terbatas, tidak mungkin bisa sekolah di SBI/RSBI.

    Komersialisasi sektor pendidikan ini bertentangan dengan prinsip konstitusi. Padahal jelas, berdasar pasal 31 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Jika status sekolah itu dipertahankan, perlakuan berbeda antara sekolah SBI/RSBI dan biasa makin terlihat.

    ’’Baik dalam hal sarana dan prasarana, pembiayaan, maupun output pendidikan. Termasuk perlakuan beda terhadap siswa,” ujarnya. Padahal, prinsip konsitusi menyebutkan harus ada perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik. Apalagi jika sekolah itu sama-sama milik pemerintah.

    MK tidak yakin keberadaan SBI/RSBI bisa memajukan pendidikan nasional. Menurutnya, segala perbedaan fasilitas justru membuat sekolah berstatus SBI/RSBI saja yang kualitas rata-ratanya lebih baik. Bagaimana dengan sekolah biasa? Tentu saja tertatih mengejar. Padahal, sekolah yang berstatus SBI/RSBI sangat terbatas.

    Lebih lanjut hakim Anwar Usman menjelaskan, mahkamah bukan tidak mendukung adanya perlakuan khusus bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan lebih. Tetapi, tidak tepat jika dilakukan dengan model SBI/RSBI. Dia menyebut cara itu justru memperlihatkan sikap negara yang pilih-pilih pada sekolah.

    ’’Jika negara hendak memajukan serta meningkatkan kualitas sekolah yang dibiayai oleh negara, maka negara harus memperlakukan sama. Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin seluruh warga negaranya menjadi cerdas. Salah satunya melalui penyelenggaraan satu sistem pendidikan yang dapat diakses seluruh warga tanpa terkecuali,” tegasnya.

    MK juga mempertanyakan standar internasional yang menjadi embel-embel sekolah unggulan itu. Mahkamah berpendapat tidak ada standar internasional yang menjadi rujukan. Jadinya, SBI/RSBI mengambang. Lulusannya bisa kehilangan jati diri bangsa. Kalau sudah demikian, berarti telah mengkhianati maksud dan tujuan pendidikan nasional.

    Salah satu yang diungkap dalam fakta persidangan adalah sekolah RSBI cenderung menonjolkan kemampuan siswa berbahasa internasional seperti bahasa Inggris. Mahkamah menilai, istilah standar internasional dalam pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tidak sesempit itu. ’’Berpotensi mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional Indonesia,” tandasnya.

    Kehebatan peserta didik yang tolok ukurnya dengan kemampuan berbahasa asing dinilai tidak tepat. Itu justru bertentangan dengan hakikat pendidikan nasional yang harus menanamkan jiwa nasional dan kepribadian Indonesia kepada anak didik. Dia lantas mengutip pasal 25 ayat 3 UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

      Isi peraturan itu menyebutkan kalau bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi negara dan berfungsi sebagai bahasa pengantar pendidikan. Artinya, MK tidak melarang sekolah memberikan porsi lebih pada bahasa asing. Tetapi, tidak sebagai pengantar karena bahasa resmi Indonesia masih bahasa Indonesia.

      Atas dasar itu, kemarin Ketua MK Mahfud M.D. tidak ragu untuk mengabulkan sepenuhnya gugatan tujuh warga terhadap pasal 50 ayat 3 UU 20/2003  tentang Sisdiknas. Tujuh dari delapan hakim sepakat jika RSBI dibatalkan, dan hanya satu hakim, Achmad Sodiki, yang berbeda pendapat. ’’Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Mahfud.

    Kuasa hukum pemohon, Wahyu Wagiman, yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan, mengaku puas dengan hasil sidang. Dia menyebut kalau pendidikan memang tidak seharusnya dikomersialkan. Keputusan itu, lanjutnya, juga berarti kemenangan bagi warga miskin yang selama ini kesulitan masuk sekolah bermutu.

    Wagiman menyebut kalau putusan itu harusnya menjadi pintu masuk bagi sekolah-sekolah unggulan milik pemerintah untuk lebih ramah pada siswa miskin. Mereka harus banyak memasukkan anak kurang mampu agar kemampuan akademiknya sama dengan si kaya. ’’Kalau SBI/RSBI tidak dihapus, di masa depan ada dua generasi berbeda,” terangnya.

    Dua generasi tersebut, yang pertama mendapat fasilitas pendidikan, dan yang kedua tidak dapat itu semua. Dia yakin setelah ini kualitas pendidikan harusnya bisa makin merata. Jika anggaran yang ada tidak dipermainkan, dia yakin penghapusan SBI/RSBI akan memberikan perubahan berarti pada dunia pendidikan Indonesia.

    Untuk implementasinya, dia menyebut kalau sekolah SBI/RSBI bukan dihancurkan, karena hanya status yang dicopot. Hanya, segala praktik yang terkait RSBI harus dihilangkan. Begitu juga dengan bahasa asing yang dibanggakan menjadi pengantar, harus diubah hanya menjadi bahasa penunjang.

    Di bagian lain, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) langsung mengebut penerbitan aturan baru pasca putusan MK yang menganulir SBI/RSBI. Di antara ketentuan yang akan diterbitkan, SD dan SMP bekas RSBI tidak boleh memungut SPP kepada siswa.

Kemendikbud mengakui jika dari putusan MK itu, saat ini sudah tidak ada lagi label RSBI. Termasuk juga aturan-aturan yang ada di dalamnya. Selama ini, SD dan SMP RSBI boleh memungut SPP kepada siswa. Padahal, SD dan SMP non-RSBI dilarang.

Dengan putusan MK itu, berarti seluruh sekolah yang dulunya RSBI tidak boleh memungut SPP. Khusus untuk jenjang SMA sederajat sejak awal memang diperbolehkan menarik SPP, baik yang RSBI maupun non-RSBI.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Suyanto mengatakan, sekolah bekas RSBI tidak perlu khawatir kekurangan dana. Dia mengatakan jika sumbangan orang tua siswa bakal terus mengalir.    ’’Orang tua pasti tidak sulit membantu. Apalagi tahu kualitas RSBI selama ini seperti apa,’’ kata dia.

Suyanto mengatakan jika sekolah bekas RSBI tetap boleh menerima sumbangan dari masyarakat. Dengan catatan benar-benar sumbangan. Seperti jumlahnya tidak ditetapkan, cara pembayarannya juga bebas, dan tidak terikat dengan sistem penerimaan atau kelulusan siswa.

Suyanto mengatakan kalau dirinya secara teknis membina RSBI di jenjang SD sebanyak 239 unit dan di SMP 356 unit. Selain urusan SPP, ada perubuhan lain soal pengalokasian sumbangan Kemendikbud untuk RSBI dalam bentuk block grant. Rata-rata setiap unit RSBI menerima dana ini sebesar Rp200 juta hingga Rp300 juta per tahun.

Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan dana subsidi itu sudah dianggarkan, tetapi belum dicairkan dari pemerintah pusat. Karena putusan MK sudah terbit, maka kemungkinan besar dana subsidi RSBI tadi ditahan pencairannya. ’’Dana itu kan untuk RSBI. Lha sekarang RSBI sudah tidak ada,’’ katanya.

Dia merasa jika ketentuan ini akan membuat pengelola sekolah RSBI gelisah. Sebab, Musliar yakin setiap RSBI sudah membuat rancangan belanja sekolah dengan asumsi mendapatkan suntikan dana dari Kemendikbud.

Untuk mengatasinya, Musliar menyarankan kepala sekolah bekas RSBI berkomunikasi dengan komite sekolah. ’’Apakah kegiatannya ada yang dihapus karena untuk penyesuaian anggaran, atau juga bisa mencari sumber pendanaan lainnya,” tutur Musliar.

Secara umum, Kemendikbud menargetkan masa transisi penghapusan RSBI ini berjalan hingga masa penerimaan siswa baru 2013-2014 pertengahan tahun ini. Pada saat itu, Kemendikbud sudah menerbitkan aturan-aturan baru khusus untuk sekolah bekas RSBI. Termasuk nama atau istilah baru, jika diperlukan.

Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, sekolah bekas RSBI dan sekolah non-RSBI bebas merebutkan dana bantuan dari pusat. ’’Sekolah bekas RSBI atau yang non-RSBI kesempatannya sama,” tandasnya. Dana bantuan pendidikan yang diperebutkan secara umum ini bernama dana hibah kompetisi.

Nuh meminta para orang tua, siswa, dan guru tidak boleh resah atas putusan MK ini. Dia meminta para siswa tetap belajar seperti biasanya. Sementara para guru juga harus tetap meningkatkan kompetensinya seperti ketika masih mengajar di RSBI. ’’Nama RSBI sudah tidak dipakai lagi. Tetapi juga nanti tidak bernama Bukan RSBI,” tandasnya

    Terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan Lampung Ir. Siti Maidasuri, M.Pd. menegaskan bahwa pihaknya akan mematuhi keputusan tersebut. Tetapi untuk tindak lanjutnya, dia mengaku masih menunggu petunjuk dari Mendikbud.

    ’’Sebab, kami yang di daerah ini kan mengikuti langkah yang ditetapkan pusat, dalam hal ini kementerian. Jadi apa pun yang diputuskan mereka, kami ikuti,” tuturnya saat dihubungi tadi malam.

    Namun dari informasi yang diperolehnya, Maidasuri mengungkapkan bahwa nantinya sekolah-sekolah yang status RSBI atau SBI-nya dihapus itu tetap menjadi unggulan.

    ’’Artinya nanti bisa saja kalau di sini SMPN 1 Unggulan atau SDN 2 Rawalaut Unggulan. Jadi sebenarnya tidak terlalu masalah. Yang penting, semangat untuk meningkatkan kualitas pendidikan harus terus dijaga,” ucapnya.

    Sebab anak-anak yang memiliki potensi, baik di bidang akademik maupun nonakademik, harus dibina secara maksimal. Kalau tidak, imbuh dia, perkembangan mereka tak akan optimal.

Karena itu, keberadaan sekolah unggulan sangat penting karena orientasinya mutu, bukan kuantitas. ’’Layanannya pun individual. Sehingga setiap potensi yang dimiliki anak harus bisa dikembangkan seluruhnya,” ujar dia.

Untuk hal itu, imbuh Maidasuri, memang dibutuhkan biaya yang tak sedikit. ’’Sebab, proses pembelajarannya sudah menggunakan teknologi informasi dan sarana-prasarananya unggul,” ucapnya.

Di sisi lain, Maidasuri menerangkan, kalau tidak ada sekolah yang khusus mengembangkan potensi anak secara maksimal seperti itu, mau dikemanakan siswa-siswi berbakat tersebut.

’’Ujung-ujungnya, mereka akan bersekolah di sekolah yang ada di daerahnya. Sehingga pengembangan potensinya tidak maksimal karena kebanyakan sekolah masih mengutamakan kuantitas daripada kualitas,” bebernya.

Maidasuri melanjutkan, kalau orang tua siswa tersebut mampu dan paham akan pendidikan, biasanya mereka menyekolahkan anaknya ke luar daerah, bahkan luar negeri.

    Untuk di Lampung sendiri, lanjut dia, ada sekitar 30 RSBI. ’’Rinciannya untuk SD ada 7 sekolah, SMP (8), SMA (8), dan SMK (7). Sekolah-sekolah itu tersebar di kabupaten/kota di provinsi ini. Seperti Bandarlampung, Pringsewu, Metro, Lampung Utara, dan Lampung Barat,” pungkasnya.

Sementara Kepala SMPN 2 Bandarlampung Eusi Tati Darnati mengatakan bahwa sekolah yang sudah unggulan itu harus tetap unggul. Apa pun namanya. Jadi sekolah-sekolah harus mempertahankan prestasi.

’’Walaupun namanya bukan lagi SBI, RSBI, sekolah itu harus unggul. Kualitasnya harus terus ditingkatkan. Seperti sekolah kami yang lulusannya 100% diterima di SMA unggulan. Inilah yang harus dipertahankan,” singkatnya.

Pembatalan pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas oleh Mahkamah Konstitusi (MK), yang menghapuskan keberadaan RSBI/SBI, membuat para pemohon judicial review terharu.

    Bahkan, seorang wali murid yang hadir dalam sidang judicial review itu tak mampu membendung air matanya. Widi, nama orang tua itu, mengaku masih memiliki utang di kedua sekolah RSBI/SBI daerah di Jakarta. Dia mengaku belum mampu melunasi. Jumlahnya Rp12 juta.

’’Anak-anak saya sekolah di SD dan SMA RSBI/SBI karena dekat rumah, tetapi harus mengeluarkan biaya besar,” kata Widi di gedung MK kemarin (8/1).

’’Itu di luar SPP Rp500 ribu. Setiap bulan juga ada iuran Rp600 ribu. Belum lagi pungutan-pungutan di kelas. Saya bersyukur banget RSBI dihapuskan, karena sudah berjuang sejak 2007,” ujar Widi sambil mengusap air matanya.

    Di bagian lain, pembubaran RSBI/SBI akan memiliki banyak implikasi bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah yang selama ini mendapat perlakuan khusus tersebut. Salah satunya mengenai anggaran subsidi yang selama ini digelontorkan pusat untuk sekolah yang mengklaim berstandar internasional itu.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menyebutkan, dengan adanya putusan MK ini, maka perubahan-perubahan di sekolah RSBI/SBI ke depan akan diurus kementerian.

’’Nanti berubah. Kementerian tetap mendukung sekolah yang berkualitas. Basisnya kinerja sekolah,” kata Nuh di Jakarta tadi malam.

Selama ini sekitar 239 SD berlabel RSBI mendapatkan subsidi dari pemerintah melalui dana block grant sekitar Rp200 juta per sekolah setiap tahun. Dana serupa juga digelontorkan ke SMP RSBI yang jumlahnya 356 sekolah, dengan anggaran masing-masing sekitar Rp300 juta.

Nah, untuk tahun 2013, subsidi RSBI yang sudah dianggarkan melalui APBN masih bisa disalurkan ke sekolah eks RSBI melalui sistem hibah kompetisi, layaknya program yang berjalan di perguruan tinggi (PT).

Dalam perburuan dana hibah ini pun, eks sekolah RSBI yang kembali melebur menjadi sekolah mandiri harus berkompetisi mendapatkannya. ’’Seperti hibah kompetisi di perguruan tinggi. Jadi nanti sekolah yang bisa mengangkat prestasi dengan baik, maka kita berikan hibah,” jelasnya.

Nantinya, model hibah kompetisi ini juga bisa diterapkan di SD-SMA, sehingga mereka dapat berlomba-lomba meningkatkan kinerja masing-masing.      ’’Jadi sekolah mana pun bisa, asal meningkatkan kinerja sekolah. Itu yang akan kita berikan dukungan (hibah kompetisi),” tuturnya.

Dengan demikian, lanjut dia, bagi RSBI yang selama ini mendapat dukungan pendanaan, setelah putusan MK ini tidak ada lagi subsidi itu. Karena pendekatannya ke depan berbeda, yakni hibah kompetisi yang terbuka untuk semua sekolah.

Mengenai kriteria sekolahnya, menurut Nuh, semua sekolah yang terdaftar punya kesempatan sama mendapatkan dana pengembangan. Syaratnya dengan menunjukkan program masing-masing.

Poin Putusan MK
-    Melanggar UUD 1945
-    RSBI cenderung komersial
-    Memunculkan dua generasi
-    Menonjolkan kemampuan berbahasa internasional yang mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional Indonesia
-    Memicu kesenjangan siswa tidak mampu dan mampu
-    Cermin negara pilih-pilih pendidikan 

Untuk mendapatkan Berita update hari ini kunjungi Berita Lampung
Share this article :

Post a Comment

Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam

 
Copyright © 2011. Berita Lampung - All Rights Reserved
Template Created by Pakar Lampung Proudly powered by Blogger