Analisa Keikutsertaan incumbent dalam Pilkada : Keikutsertaan incumbent atau kepala daerah yang mencalonkan diri kembali dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dinilai memunculkan ketidakadilan dalam proses demokrasi. Sebab incumbent memiliki kesempatan besar menggunakan fasilitas negara demi memenangkan pilkada. Karena itu, perlu perangkat perundang-undangan yang mengatur secara ketat tentang incumbent. ada tiga langkah yang dapat diterapkan untuk menutup celah incumbent melakukan kecurangan.
Pertama, incumbent harus mundur dari jabatan pada saat memutuskan maju dalam pilkada.
Kedua, membatasi periode jabatan kepala daerah hanya untuk satu periode.
Ketiga, incumbent harus cuti enam bulan sebelum pilkada digelar,
perlunya beberapa larangan bagi incumbent agar tidak memanfaatkan birokrasi, yakni mengambil kebijakan strategis dalam jangka waktu tertentu sebelum pilkada, misalnya mutasi dan pengangkatan pegawai. Selain itu, perlu larangan incumbent melakukan sosialisasi publik atau iklan kepada masyarakat dalam kurun waktu tertentu sebelum pelaksanaan pilkada.
Misalnya larangan adanya program Bantuan Sosial (Bansos) dalam jumlah besar menjelang pilkada, kecuali terjadi bencana alam,”tandasnya. Dia meminta, apabila incumbent melakukan pelanggaran terhadap netralitas birokrasi,sanksinya adalah pembatalan pencalonan.“ Sanksi ini untuk siapa saja, termasuk calon selain incumbent yang berupaya melakukan politisasi birokrasi
keikutsertaan kepala daerah mencalonkan diri kembali pada pilkada berpotensi menimbulkan ekses atau dampak negatif. Tidak hanya dikhawatirkan mencederai proses pilkada, tapi keikutsertaannya juga berpeluang membuat incumbenttidak fokus pada pekerjaannya sebagai kepala daerah.
Karena itu, gagasan tentang pembatasan periode jabatan kepala daerah hanya satu kali dinilai cukup relevan.“Karena itu, kami meminta agar gagasan tersebut dikaji
Post a Comment
Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam