Berita Lampung Tragis Enam Bendungan Terbengkalai ; Sebanyak lima bendungan dan satu jaringan irigasi di Lampung terbengkalai dan tidak bisa operasional. Padahal, pembangunan keenamnya telah menelan puluhan miliar rupiah dari APBN sejak 1980 hingga 1990.
Lima bendungan tersebut masing-masing Bendungan Way Kandis II, Way Basohan, Bumi Agung, Jabung, dan Way Ngambur. Sementara satu lagi, Jaringan Irigasi Biha.
"Selain mulai rusak, sebagian peralatan bendungan juga sudah hilang dicuri. Jadi, hampir sebagian besar terbengkalai," ujar anggota Komisi V DPR RI asal Lampung Abdul Hakim, Kamis (1/7).
"Bahkan, ada yang belum beroperasi sama sekali sejak dibangun," sambung politisi PKS ini.
Menurut Hakim, pembangunan bendungan itu rata-rata tidak selesai seperti yang direncanakan. Dua penyebab utama, karena terganjal persoalan pembebasan lahan dan ketersediaan dana. Bendungan-bendungan tersebut akhirnya tidak bisa dimanfaatkan dan hanya menjadi monumen saja.
Hakim menyebut, salah satu bendungan yang kondisinya memprihatinkan ialah Bendungan Way Kandis II di Desa Karang Anyar, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.
Sejak dibangun pada 1990-1991, jelas Hakim, bendungan itu tidak bisa beroperasi, karena pembangunan saluran primer terganjal persoalan pembebasan tanah dan terbatasnya ketersediaan air.
"Kondisi bendungannya sangat memprihatinkan. Selain sedimentasi yang tinggi dan rusaknya jaringan irigasi, sebagian peralatan dipintu air, seperti spindel, juga raib dicuri. Padahal, ketika pembuatan, menelan dana APBN senilai Rp 20 miliar," papar Hakim.
Akibatnya, terus mantan calon wali kota Bandar Lampung ini, target mengairi tiga ribu hektare sawah di Desa Rejo Mulyo belum terealisasi hingga saat ini. Alhasil, petani di kawasan tersebut masih mengandalkan sumur pantek dan air hujan untuk mengairi sawah.
Bendungan Bumi Agung di Lampung Utara juga bernasib sama. Bendungan Bumi Agung, kata Hakim, terlantar dan tidak termanfaatkan. Pasalnya, aset negara berupa tanah dan bangunan itu belum memiliki bukti kepemilikan, meski dana yang dikucurkan pemerintah untuk proyek tersebut bernilai miliaran rupiah.
Proyek yang dibangun dengan dana sebesar Rp 15 miliar pada 1992 itu, lanjut Hakim, kondisinya juga sangat memprihatinkan. Sebagian besar saluran primer bendungan sudah tidak berfungsi, karena rusak dan tertutup rumput serta mengalami sedimentasi.
"Ketika dibangun, bendungan ini diharapkan dapat mengairi sawah dan lahan pertanian seluas 5.240 hektare. Tetapi, sejak dibangun pada 1992 sampai sekarang, rencana itu belum terealisasi. Meski sudah ada saluran primernya, tetapi tidak bisa berfungsi, karena tidak terawat," jelas Hakim.
Post a Comment
Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam