Selamat datang di Berita Lampung Online

Sidang Gugatan 9 Pilkada Suamtra Utara Di MK

Monday, May 31, 20100 komentar

Berita Lampung Sidang Gugatan 9 Pilkada Suamtra Utara Di MK ; Separuh dari seluruh Pemilukada yang sudah digelar disengketakan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sedang untuk wilayah Sumut, dari 9 Pemilukada, semuanya diangkut ke MK. Hakim Kontitusi pun sibuk. Dalam sehari, digelar tiga hingga empat sidang sengketa Pemilukada.

Contohnya Rabu (26/5) pekan lalu, hakim Akil Mochtar, Moh Alim, dan Hamdan Zoelva, secara berantai dari pukul 09.30 menyidangkan gugatan pemilukada Tapsel, Medan, dan Kota Binjai. Kamisnya, ketiga hakim itu mengadili sengketa Pemilukada Kota Sibolga dan Serdang Bedagai.

Di setiap pengujung sidang perdana itu, ketua hakim Akil Mochtar selalu mengingatkan bahwa persidangan sengketa Pemilukada di MK dibatasi waktu, yakni harus kelar dalam 14 hari. Setelah sidang perdana berupa penyampaikan materi gugatan, lantas ditanggapi, akan disusul sidang berikutnya berupa keterangan saksi-saksi. Setelah itu, langsung putusan. Dengan kata lain, keterangan para saksi lah yang sangat menentukan ditolak atau diterimanya gugatan.

Khusus untuk Sibolga, pihak pemohon yakni Afifi-Halomoan akan menghadirkan 14 saksi, KPU Sibolga menghadirkan 5 saksi, dan pasangan Syarfi-Marudut menyiapkan 5 saksi. Semula, saat ditanya hakim, pengacara pasangan Syarfi-Marudut dari kantor pengacara Safrizal Yusuf dan Alfonso&partner, sempat menjawab tidak akan menyiapkan saksi. Barangkali melihat pentingnya saksi ini, Akil Mochtar malah kembali bertanya, apa benar tidak menyiapkan saksi. “Coba tanya dulu yang di belakang itu,” ujar Akil. Yang dimaksud ‘di belakang’, adalah kubu timses Syarfi-Marudut yang memang duduk di kursi belakangnya deretan kuasa hukumnya itu. Sesaat kemudian, kuasa hukum Srafi-Marudut menyebutkan ada 5 saksi yang akan dihadirkan di sidang 2 Juni mendatang.

Lantas, saksi-saksi macam apa yang kiranya bisa menentukan putusan akhir? Sebagai acuan, mari kita buka lagi dokumen persidangan sengketa Pemilukada Tapanuli Utara, yang akhirnya diputuskan MK untuk diulang di 14 kecamatan, pada sidang 16 Desember 2009 silam. Selain keterangan saksi yang meyakinkan, tampaknya hakim MK juga sangat memperhatikan prosedur pengaduan kecurangan di lapangan. Jika pihak yang merasa dirugikan hanya diam dan baru bernyanyi usai Pilkada, hakim cenderung mengabaikan. Sebaliknya, jika sudah ada upaya protes sesuai mekanisme namun dicuekin, maka MK akan ‘mempertimbangkannya.’

Dalam sidang sengketa Pemilukada Taput, ada dua saksi dari pemohon, yaitu Robinhot Sianturi dan Manaek Sihombing yang menerangkan telah ditemukan 2.714 lembar kartu pemilih yang dibawa oleh Ketua PPS Pasar Kelurahan Kecamatan Siborong-borong. Hal tersebut telah dilaporkan kepada Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kabupaten yang dituangkan dalam Berita Acara, dan Berita Acaranya juga diberikan kepada Anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara, Ir. Lambas T.H. Hutasoit, yang saat itu berada di Kecamatan Siborong-borong, tetapi keberatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Panwaslu, sebagaimana juga diakui oleh Anggota Panwaslu Kabupaten Tapanuli Utara, Mantel Siringoringo, S.H.

Meskipun keterangan saksi tersebut dibantah oleh saksi pihak termohon, “Namun Mahkamah menilai bahwa fakta tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Akil Mohtar, saat membacakan putusan sidang. Itu sekadar contoh. Masih dalam kasus Taput, hakim juga menyimpulkan, ketidakhadiran tiga dari lima orang anggota KPU Taput dalam pleno penetapan hasil Pemilukada, menunjukkan penolakan terhadap proses dan hasil Pemilukada Taput. Hal ini menunjukkan bahwa hakim juga tidak semata mempertimbangkan keterangan saksi-saksi di persdidangan, namun juga dinamika atau gejolak yang terjadi di tingkat lapangan. Hakim bebas menafsirkan, untuk atas nama rasa keadilan. Roder Nababan, kuasa hukum Afifi-Halomoan, pastinya tahu betul apa yang dimaui hakim MK. Pasalnya, Roder pula yang menjadi kuasa hukum pemohon, Syamsul Sianturi, dalam kasus Taput itu. Karenanya, tak heran jika Roder dalam materi gugatan Afifi itu merangkai kalimat yang berbunyi, ‘sejak pelaksanaan tahapan pemilukada Kota Sibolga sampai dengan pelaksanaan serta penetapan pasangan calon walikota dan wakil walikota, telah ditemukan kecurangan-kecurangan yang bersifat masif, terstruktur, dan sistematis yang dilakukan oleh termohon (KPU Sibolga) dan pasangan nomor urut 2.”

Pasalnya, tiga kata itu, yakni masif, terstruktur, dan sistematis, yang bisa dijadikan dasar bagi hakim MK untuk memutuskan pemungutan suara ulang, dengan catatan jika pemohon bisa membuktikan. Karena masalah angka juga menjadi hal penting, maka Roder juga menyodorkan angka-angka. Katanya, telah ditemukan daftar pemilih tetap (DPT) ganda sebanyak 2.450, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam proses sebanyak 2.960, dan adanya pemilih dan NIK Kabupaten Tapteng sebanyak 182. Jika ditotal mencapai 5.592. Angka itulah yang digunakan untuk mengurangi perolehan suara Syarfi-Marudut versi hitungan KPU Sibolga. Dengan hitungan Roder itu, Syarfi -Marudut hanya memperoleh 14.901 suara (38,91 persen) dan Afifi-Halomoan sebagai pemenang pilkada dengan perolehan suara 18.148 suara (47,39 persen).

Namun, kuasa hukum KPU Sibolga, Nasrun Ischan Nasution dkk, tak kalah sigap. Dengan cara berpikir ringan, dia mengatakan, tidak logis jika serta merta jumlah 5.592 itu dikurangkan ke suara Syarfi-Marudut dan ditambahkan ke suara Afifi-Halomoan. Jika 5.592 itu dibagi rata ke lima pasangan, maka totalnya suara pasangan Syarfi-Marudut tetap yang tertinggi. Maka bisa diperkirakan, angka-angka matematika yang disodorkan kubu Afifi-Halomoan ini bisa dengan gampang dimentahkan hakim. Bagaimana soal ijazah Syarfi yang juga dimasukkan ke materi gugatan? Penulis yakin, MK tidak akan terlalu jauh masuk ke ranah pembuktian sah-tidaknya ijazah calon. Dalam pakem awal, MK hanya berhak menyidangkan sengketa hasil penghitungan suara yang mempengaruhi hasil akhir.

Dalam perkembangannya, MK berani menerobos hingga ke tahapan atau proses, misal soal DPT dan pengerahan massa, dan lain sebagainya, yang sempat menjadi sorotan pengamat hukum. Beranikah MK membuat lubang terobosan baru dengan menyidangkan soal ijazah? Rasanya, kecil kemungkinannya, lantaran pembuktian ijazah juga perlu waktu lama, sedang MK dibatasi jarum waktu. Aspek psikologis juga bakal ikut nyangkut, lantaran Syarfi merupakan politisi bangkotan, yang sudah sekian lama pernah duduk di Senayan. Akil Mochtar sendiri merupakan mantan anggota DPR. Dari Partai Golkar pula! Sekadar tambahan, dari gugatan sengketa pemilukada yang sudah diputus MK sejak akhir 2009, hingga saat ini belum satu pun yang dikabulkan MK. Yakni sengketa pemilukada Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nabire, Kota Ternate, Kota Semarang, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Share this article :

Post a Comment

Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam

 
Copyright © 2011. Berita Lampung - All Rights Reserved
Template Created by Pakar Lampung Proudly powered by Blogger