Berita Lampung KPU tidak memiliki visi untuk menyelenggaran Pilwali Surabaya ; Komisi Pemihan Umum (KPU) Kota Surabaya siap digugat terkait keputusan peniadaan tempat pemungutan suara (TPS) di rumah sakit dan rumah tahanan. Bahkan KPU tetap menyatakan apa yang dilakukan sudah benar dan sudah sesuai dengan Undang-Undang No.10/2008 tentang Pemilu.
“Tidak ada yang salah terkait dengan peniadaan penagdaan TPS khusus. Semuanya sudah sesuai dengan undang-undang pemilu dan peraturan-peraturan yang lain tentang pemilu,” kata Ketua KPU Surabaya Eko Sasmito, Kamis (27/5).
Menurut dia, bila ada yang menyatakan KPU salah dan tidak prosedural dan menghilangkan hak orang lain, itu karena mereka tidak pernah baca undang-undang pemilu dan peraturan-peraturan yang lain.
Di dalam undang-undang pemilu hak warga negara untuk memilih sesuai dengan ketentuan yang tertera di daftar pemilu tetap (DPT). Di dalam ketentuan DPT setiap warga negara berhak memilih calon walikota atau calon presiden di TPS yang tertera dalam DPT.
“Di dalam DPT tercantum ada lokasi TPS tempat untuk mencoblos. Nah, di situlah warga bisa menyalurkan hak pilihnya. Dan di sana tidak ada harus mencoblos di TPS khusus tadi,” katanya.
Dimintai komentar terpisah, Tim sukses Cawali pasangan Sutadi-Mazlan Musyafak Rouf mengatakan, peniadaan TPS khusus di rumah sakit dan rumah tahanan bisa dinilai menghilangkan hak warga. Warga yang sakit atau yang berada di dalam tahanan juga warga Surabaya yang membayar pajak ke pemkot. Sementara uang pajak itu digunakan untuk menyelenggarakan Pillwali dan termasuk k menggaji para petugas di KPU.
“Kalau hak mereka dikebiri, lantas apa namanya. Saya kira tindakan KPU tidak bisa dibenarkan. Bila KPU tetap bersikukuh tidak mau menyediakan TPS khusus maka KPU bisa menuai gugatan dari warga,” katanya.
Ungkapan serupa disampaikan Armuji, Tim Sukses Risma-Bambang. Dia menegaskan, KPU telah mengebiri hak rakyat. Padahal selama ini suara rakyat dibutuhkan agar Pilwali tidak dimenangkan golput. “KPU itu aneh, di saat banyak orang tidak menginginkan adanya golput, kok KPU malah memberikan peluang warga untuk golput. Kan, anggaran Pilwali sudah cukup banyak. Kenapa tinggal membuat layanan jemput bola dengan menyediakan TPS di rumah sakit dan tahanan tidak bisa,” katanya.
Hariadi, pengamat politik Unair mengatakan, memang tidak bisa disalahkan secara hukum. Namun, dari kacamata politik bila para pemegang hak pilih di tahanan dan di RS tidak bisa menyalurkan haknya artinya KPU tidak memiliki visi untuk menyelenggaran Pilwali Surabaya. Seharusnya, KPU tetap menyediakan fasilitas pilwali saat pilwali berlangsung nanti. Perkara hak itu dipakai atau tidak oleh pemegang hak pilih yang sedang sakit atau menjalani tahanan sudah urusan lain.
Kalau KPU mempunyai visi yang bagus akan lebih bijak, sebab sukses atau tikdanya pilwali tergantung penyelenggaran pilwali yang diselenggarakan KPU. “Kalau nggak bisa menyediakan TPS khusus ya sebaiknya dilakukan jemput bola sehingga pemegang hak pilih itu bisa menyalurkan aspirasinya,” ungkapnya.
Langkah itu, lanjutnya juga sebagai bentuk upaya meminimalsi golput saat pilwali nanti. Harapannya, agar pilwali 2 Juni nanti betul-betul terlaksana dengan baik. “Kalau KPU-nya malas seperti itu, lantas seperti apa hasil yang akan dicapai dalam pilwali nanti,” ujarnya.
Perlu diketahui, lanjut dia, golput di Surabaya yang paling tinggi di Jatim. Pada pilwali 2005 golput mencapai 48%, Pilgub 2008 putaran pertama golput Surabaya mencapai 38%, Pilgub putaran kedua 46% dan pemilihan legislatif (pileg) mencapai 29%.
“Karena itu, bila TPS khusus di rumah sakit dan di penjara ditiadakan sudah pasti menambah jumlah golput. Kondisi ini juga menunjukan betapa lemahnya visi KPU dalam menyelenggaraan pilwali,” urainya. pur
Home
pilkada surabaya
KPU tidak memiliki visi untuk menyelenggaran Pilwali Surabaya
Post a Comment
Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam