Penundaan pelaksanaan Pilkada Pesawaran disambut antusias pengurus partai politik (parpol). Ada koalisi parpol yang berwacana mengganti pasangan calon yang mereka usung karena tidak jelasnya "uang perahu" dari calon yang akan disetorkan ke partai.
Utang "uang perahu" yang belum dibayar salah satu calon pasangan bupati dan wakil bupati kepada partai pengusungnya itu mencapai Rp1,5 miliar lebih. Karena itu, banyak pengurus parpol koalisi yang setuju pilkada ditunda dan tahapan diulang kembali.
"Dari besok ke besok janjinya, tapi sampai sekarang tidak jelas. Karenanya, jika tetap tak ada kejelasan, jika memang pilkada dan tahapan diulang, kami berencana mencabut dukungan dan mencari calon lain yang bukan sekadar janji," ujar salah seorang pengurus parpol yang enggan disebutkan namanya, Minggu (7-2).
Belum dibayarnya "uang perahu" oleh calon ini juga memicu perpecahan antarpengurus partai. Mereka saling curiga jika pasangan calon bupati dan wakil bupati yang mereka usung sudah memberi uang kepada pengurus lain.
"Sekarang sama-sama pengurus partai jadi saling curiga. Kalau seperti ini, bagaimana mesin partai bisa berjalan? Mau cetak spanduk saja tidak ada dana dari calon. Kesannya sekarang setelah dapat surat keputusan dari pusat, pasangan calon itu jalan sendiri tanpa melibatkan partai. Sudah uang perahu belum jelas kapan dibayar, calon juga tak mau lagi menghubungi kami," kata dia mengeluh.
Sejak awal, ujarnya, sejumlah pengurus partainya tak berniat merekomendasikan calon ini karena banyak isu yang menyebut jika calon ini terlalu arogan. "Tapi rupanya dia 'main' di pengurus provinsi dan pusat. Kenyataannya terbukti, seperak pun kami belum pernah diberi. Bagaimana mau bantu sosialisasi, untuk cetak spanduk saja si calon tak memberi dana sama sekali," kata pengurus.
Kondisi yang lebih memprihatinkan juga dialami partai pendukung lain yang notabene adalah partai guram yang tidak memiliki keterwakilan di DPRD Pesawaran. Mereka mengaku hanya menjadi pelengkap dari upaya pasangan calon menutup peluang calon lain untuk maju dalam pilkada dengan memborong semua parpol guram berkoalisi.
"Kenyataannya, saya harus keluar uang sendiri untuk mengurus surat keputusan dukungan dari pusat, sementara uang yang dijanjikan calon itu tidak pernah diberikan sama sekali. Ini sama saja saya dibohongi," ujar Rudi, salah seorang pengurus partai guram yang juga mengaku belum dibayar oleh pasangan calon yang diusung parpolnya.
"Saya cuma pegang surat perjanjian di atas meterai. Isinya uang sebesar Rp10 juta, akan dibayar sebelum pilkada digelar. Tapi kenyataannya sampai sekarang uang itu belum juga diberikan," kata dia.
Berbeda dengan DPD PAN Pesawaran, DPC Gerindra, dan Partai Demokrasi Kebangsaan menyikapi penundaan pelaksanaan pilkada. Menurut Ketua DPD PAN Pesawaran Ahmad Iswan H. Caya, partainya tunduk pada aturan dan ketentuan yang berlaku. "Kalau memang harus ditunda, kami ikut aturan saja," ujarnya.
Soal pengulangan tahapan pilkada dari awal kembali, Ahmad Iswan melihat sebaiknya proses tahapan yang sudah dilakukan tak perlu diulang kembali. "Tinggal melanjutkan saja tahapan yang belum dijalankan," kata dia.
Sementara itu, Ketua Panwas Pilpres Pesawaran Syamsul Bahri mengaku tidak ingin berkomentar tentang penundaan pilkada. Pasalnya, hingga kini status dirinya dan anggota panwas lain masih belum jelas, apakah akan tetap dipakai kembali dalam pilkada atau tidak.
Terkait dengan adanya politik uang dari pasangan calon untuk "membeli perahu" pun Syamsul enggan berkomentar. "Saya belum mau berkomentar, apakah itu pelanggaran pilkada atau bukan, sebelum ada kepastian status panitia pengawas pilkada."
Sementara itu, hingga kemarin (8-2) KPU Pesawaran masih menunggu turunnya surat dari KPU Pusat terkait dengan penundaan pilkada di Pesawaran. Surat itu sendiri belum bisa dipastikan apakah penundaan pilkada juga diikuti dengan pengulangan jadwal tahapan pilkada.
Post a Comment
Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam