Selamat datang di Berita Lampung Online

Pangkalan Marinir AS di Australia Perlu Diwaspadai Secara Politik dan Ekonomi

Wednesday, April 11, 20120 komentar

Berita Lampung - Pangkalan Marinir AS di Australia Perlu Diwaspadai Secara Politik dan Ekonomi : Di tengah krisis bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, pemerintah Indonesia dinilai membiarkan Australia dan Timor Leste mengelola sampai 85 persen kekayaan minyak dan gas (migas) di Laut Timor. Sementara itu, keberadaan marinir Amerika Serikat (AS) yang menjadikan Darwin, Australia, sebagai pangkalannya, perlu diwaspadai secara politik dan ekonomi, terkait pengelolaan sumber daya di kawasan Timur Indonesia.

Demikian pandangan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni dan Direktur Ocean Watch Indonesia (OWI) Herman Jaya yang dihimpun SP, Rabu (11/4). Keduanya menanggapi pernyataan Dirjen Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kardaya Warnika dan Deputi Pengendalian Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Rudi Rubiandini soal krisis minyak di Indonesia.

Sebelumnya, Kardaya mengatakan Indonesia akan kehabisan minyak dalam tempo 12 tahun ke depan, sedang gas diperkirakan masih sekitar 40 tahun lagi, dengan asumsi cadangan terbukti minyak Indonesia sebesar empat miliar barel akan habis dalam 12 tahun ke depan. Proyeksi itu dengan menggunakan pula asumsi tingkat produksi minyak sebesar 900 ribu barel per hari dan tidak ditemukan cadangan baru.

Sementara Rudi, dalam diskusi Dewan Energi Nasional pekan lalu, seperti ditulis Antara, mengatakan, cadangan terbukti gas bumi saat ini sebesar 107 triliun standar kaki kubik diperkirakan habis hingga 40 tahun ke depan. "Hampir 85 persen kekayaan migas di Laut Timor antara Timor bagian barat Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste telah dikapling oleh Australia dan Timor Leste untuk dikelola secara bersama, sedang pemerintahan kita diam saja di tengah kecemasan akan kekurangan bahan bakar minyak (BBM)," kata Ferdi.

Dijelaskan, 15 persen sisa potensi minyak dan gas bumi di Laut Timor saat ini, nasibnya belum jelas karena sampai perundingan batas laut Indonesia dan Timor Leste belum dilaksanakan, meski wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia sudah 10 tahun merdeka.

"Banyak ladang dan sumur migas di Laut Timor, namun dicaplok sebagai yurisdiksi Australia dan Timor Leste, meski sesungguhnya itu milik Indonesia," kata Herman.

Ferdi mencontohkan ladang gas Bayu Undan di Celah Timor yang telah dibangun pipa bawah laut sepanjang 575 km ke Pelabuhan Wickham Point di Darwin, Australia Utara kemudian diproduksi di negara bagian itu sejak 2003 dan diekspor ke Jepang itu, terletak di dalam wilayah perairan Indonesia.

Begitu pula sumur-sumur minyak Laminaria, Buffalo dan Jahal yang terletak di selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Belu, Nusa Tenggara Timur juga diklaim Australia dan sekarang diserahkan ke Timor Leste, juga didiamkan saja oleh Jakarta seperti pengelolaan Bayu Undan. Herman menambahkan, pemerintah pusat terkesan menutup mata melihat fakta tersebut, dan malah menjadikan NTT sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia.

Sementara itu, penempatan 2500 pasukan marinir AS di Darwin, Australia berpotensi mengancam ekonomi dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain pengamanan sumber daya di kawasan tersebut, persoalan Papua juga menjadi krusial dengan keberadaan pasukan AS tersebut.

Demikian salah satu pembahasan dalam diskusi yang digelar Suluh Nusantara (SN), Rabu (11/4) dengan pembicara Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan dan dosen Universitas Indonesia Agus Brotosusilo, serta para penggagas SN seperti Muhammad Chozin dan Stefanus Gusma. Pemerintah AS pernah menyatakan penempatan pasukan marinir di Darwin untuk menjaga kawasan di Asia dari ancaman China dan Korea Utara.

Namun, hal itu dipertanyakan para pembicara dan peserta diskusi yang bertema "Pangkalan Marinir AS di Darwin, Ancaman Bagi Kedaulatan Indonesia?". Untuk itu, forum diskusi SN mendesak pemerintah Indonesia saat ini agar lebih berani dan tegas terhadap politik bebas aktif seperti yang dilakukan mantan Presiden Soekarno. Hal itu penting sehingga kawasan perbatasan tidak lagi merana sebagaimana Papua dan Nusa Tenggara Timur yang kaya sumber daya alam, tetapi sengaja ditelantarkan oleh pemerintah pusat.

Untuk mendapatkan Berita update hari ini kunjungi Berita Lampung
Share this article :

Post a Comment

Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam

 
Copyright © 2011. Berita Lampung - All Rights Reserved
Template Created by Pakar Lampung Proudly powered by Blogger