Selamat datang di Berita Lampung Online

Analisa Deponering Kasus Bibit-Chandra

Monday, October 11, 20100 komentar

Berita Lampung Analisa Deponering Kasus Bibit-Chandra ; Deponering, adalah penghentian perkara demi kepentingan umum. Yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara atau kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan perkara yang dimaksud dalam UU Kejaksaan merupakan asas oportuntas yang hanya dapat dilakukan Jaksa Agung.

Deponering adalah hak istimewa kejaksaan untuk mengesampingkan perkara karena alasan kepentingan umum yang lebih besar yang akan dilindungi. Hak tersebut diatur dalam Pasal 35 huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang berbunyi, "Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum". Hal itu bisa dilakukan Jaksa Agung setelah menerima saran dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif,

Masalahnya sekarang ini, siapa yang bisa menentukan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa. Saat ini belum ada badan yang ditunjuk. Kepentingan umum dan masyarakat luas juga tidak bisa ditentukan oleh Mahkamah Agung meski ditunjuk sebagai lembaga hukum tertinggi.Usulan agar Kejaksaan Agung mengeluarkan deponering terhadap kasus dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah, terganjal status Jaksa Agung,

Menurut Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Margarito Seperti Di Kutip Berita Lampung dari Bisnis Indonesia Kamis menegaskan Kejaksaan harus mengeluarkan deponeering untuk kasus Bibit-Chandra agar segera mendapat kepastian hukum.

”Secara pure of law, maka deponeering yang harus dikeluarkan. Penting bagi rule of law kasus ini berakhir di sini agar kita mendapat kepastian hukum,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, hari ini.

Menurut Margarito, sebagai pelaksana tugas harian, Darmono dapat melaksanakan semua kewenangan Jaksa Agung. ”Semua kewenangan Jaksa Agung, dia [Darmono] yang melakukan. Itu sebabnya Darmono sah melakukan semua tindakan hukum,” tegasnya.

Mantan Staf Khusus Mensesneg Yusril Ihza Mahendra itu menilai pelaksanaan deponeering harus segera dilakukan karena kasus yang menimpa Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah tidak memiliki cukup bukti dan hanya rekayasa.”Ini kasus tidak bukti, yang berkali dikatakan ada rekaman, ternyata hanya record telepon keluar masuk yang tidak jelas,” tutur Margarito.

Oleh karena itu, paparnya, tidak ada alasan untuk melanjutkan kasus ini dalam proses pengadilan. ”Buat apa mengajukan perkara yang dari sejak awal tidak cukup bukti, hanya akan membuat lama kasus,” katanya. Selain itu, jika Bibit dan Chandra harus ditetapkan sebagai tersangka, status mereka sebagai pemimpin KPK terhenti sampai saat itu. ”Kalau dibawa kepengadilan, mereka harus berhenti, maka KPK kosong,” ujar Margarito.

Menurut dia, langkah hukum yang paling tepat diambil oleh kejaksaan adalah mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP)baru, tetapi bila mengeluarkan SKKP, kejaksaan hanya akan menampar dirinya sendiri.”Dari awal SKKP sudah keliru karena memasukan alasan sosiologis. Padahal, menurut UU No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, penghentian penuntutan hanya bisa didasarkan pada alasan tidak cukup bukti, bukan alasan sosiologis,” katanya.

Karena alasan itu, paparnya, deponeering menjadi pilihan tepat untuk menyelesaikan perkara Bibit-Chandra. Sebelumnya, MA tidak menerima permohonan peninjauan kembali (PK) Kejaksaan Agung atas SKPPkasus Bibit-Chandra. Keputusan MA itu membuat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah harus menjalani persidangan di pengadilan
Share this article :

Post a Comment

Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam

 
Copyright © 2011. Berita Lampung - All Rights Reserved
Template Created by Pakar Lampung Proudly powered by Blogger