Amandemen Power Purchase Agreement (PPA) PT. PLN : PT PLN (Persero) segera membuat amandemen Power Purchase Agreement (PPA) dengan perusahaan pembangkit listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang terkendala, menyusul selesainya verifikasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 18 IPP terkendala.
"Setelah PLN mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM, semua perubahan harga atau term and condition akan dituangkan ke dalam Amandemen PPA. Saat ini, PLN dan pengembang sedang menyiapkan amandemen tersebut," kata Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko PT PLN, Murtaqi Syamsuddin, dalam press release yang diterima JPNN melalui Humas PT PLN, Senin (26/7).
Dijelaskan Murtaqi, sambil menunggu persetujuan perubahan harga dari Menteri ESDM, PLN secara paralel juga akan meminta tim dari Jamdatun Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melakukan legal review terhadap setiap IPP yang sudah lolos verifikasi BPKP. Dengan demikian, lanjutnya, IPP yang terkendala ini juga akan mendapatkan klarifikasi hukum atas penyelesaiannya.
"BPKP sudah menyelesaikan verifikasi atas 18 IPP, dan PLN sudah mengajukan nama-nama perusahaan pengembang atau investor tersebut ke Kementerian ESDM. Selanjutnya, Menteri ESDM diharapkan akan segera memberikan persetujuan mengenai perubahan harga," ujarnya, seraya menambahkan bahwa PLN akan menyelesaikan masalah IPP terkendala ini sebelum akhir Agustus 2010, seperti yang ditargetkan pemerintah.
Menurut Murtaqi, 18 IPP yang dinyatakan lolos oleh BPKP akan menghasilkan listrik sebesar 1.089 MW yang semuanya berada di luar pulau Jawa. Diperkirakan, pembangkit tersebut dapat beroperasi secara komersial dalam dua sampai tiga tahun mendatang, sehingga kebutuhan listrik yang terus meningkat akibat pertumbuhan ekonomi dapat dipenuhi PLN.
Dilanjutkan Murtaqi, dalam negosiasi penyelesaian IPP terkendala ini sendiri, PLN dibantu konsultan keuangan PT Bahana Securities dan Ernst & Young. Menurutnya, dalam negosiasi, perubahan-perubahan harga IPP ditetapkan berdasarkan eskalasi investasi yang harus dilakukan IPP, kenaikan biaya operasional termasuk harga bahan baku, serta kondisi khusus dari masing-masing pembangkit yang layak diperhitungkan. Perbedaan harga yang timbul itu, bisa dipertanggungjawabkan secara logis dan transparan.
"Penghitungan eskalasi harga didasarkan pada indeks-indeks yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik (BPS), sementara perbedaan akibat kondisi khusus masing-masing pembangkit dihitung berdasarkan tolok ukur (benchmark) yang dimiliki," jelas Murtaqi lagi
Post a Comment
Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam