Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan belum ada manuver politik terkait pengisian kabinet mendatang. Namun, merebak isu Prabowo Subianto dielus SBY sebagai menteri pertanian. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu dinilai layak dan berkompeten mengurusi sektor pertanian. Terlebih sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) ia memiliki jaringan yang luas di bidang itu.
Di partai lain, usai silaturahmi Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo dan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri, isu terjalinnya kerja sama kedua parpol itu pun menguat. Sejumlah nama kader PDIP dikabarkan akan masuk dalam kabinet. Mereka adalah Puan Maharani (menteri negara pemberdayaan perempuan), Pramono Anung (menteri energi dan sumber daya mineral), Tjahjo Kumolo (menteri koperasi usaha kecil dan menengah), dan Theo Syafei (menteri pertahanan).
Sementara Golkar dikabarkan menyiapkan Andi Mattalata (menteri hukum dan HAM), Muladi (menteri pertahanan), dan Theo Sambuaga (menteri luar negeri).
Kepada wartawan yang meminta konfirmasi, Ketua DPP PD Andi Mallarangeng mengakui jajaran PD mengadakan silaturahmi dengan PDIP dan Golkar. Sementara dengan Gerindra, dia mengaku belum pernah mendengar ada upaya pendekatan seperti misalnya mengirimkan utusan khusus. "Kalau soal menteri yang jelas sekarang (SBY-Boediono) masih membicarakan struktur kabinet, siapa orang-orangnya itu belakangan," kata Mallarangeng di kediaman pribadi SBY di Cikeas, Bogor, Sabtu (5-9).
Menanggapi isu masuknya Gerindra dalam kabinet SBY, Direktur Indobarometer M. Qodari mengatakan Gerindra lebih baik tidak masuk kabinet dan mengawasi pemerintah. "Sebaiknya memang jangan semua masuk koalisi pendukung pemerintah. Nanti tidak ada check and balances," ujar Qodari, kemarin.
Qodari menjelaskan dengan masuknya semua kekuatan dalam pemerintahan, maka pemerintah akan sangat kuat. Perlu ada yang berada di luar kekuasaan untuk memaksimalkan fungsi pengawasan. Namun, ia menyanggah jika nantinya pemerintahan bersifat otoriter seperti di era Ode Baru dulu. "Tentunya berbeda dengan Orde Baru. Legislatif kini punya wewenang yang cukup kuat, berbeda dengan saat Orde Baru," ujar dia.
Walau berperan sebagai pendukung pemerintah, belum tentu juga partai-partai ini akan menyetujui setiap kebijakan pemerintah. Menurut dia, bisa saja nanti dalam menyikapi suatu isu akan terjadi silang pendapat antar fraksi di DPR. Seperti yang terjadi pada partai-partai pendukung pemerintah di DPR saat ini. "Mungkin saja tetap dinamis seperti pada 2004--2009. Tentunya masing-masing parpol punya kebijakan yang berbeda untuk menyikapi isu yang dianggap populer seperti impor beras atau kenaikan BBM," ujarnya.
Post a Comment
Silahkan Anda Komentari Tulisan di blog ini, Maaf Tidak Untuk berpromosi atau dianggap spam